Tergerak
oleh banyaknya informasi yang beredar di masyarakat sekitar, akan kerumitan
ataupun ketidaktahuan masyarakat terkait banyaknya pungutan liar (pungli) dan
segala hal yang berhubungan dengan pengurusan surat-surat kependudukan, KIM
MOJO mencoba mencari informasi dari banyak sumber untuk mendapatkan solusi atas
hal tersebut. Dan ternyata, adalah hal yang sangat menggembirakan bagi seluruh
warga Surabaya.
Apakah
itu ???? Coba simak kabar berikut yang bisa kami sajikan untuk anda semua.
Ternyata,
mulai awal Januari 2014, warga Surabaya yang hendak mengurus administrasi
kependudukan tidak dikenakan biaya sepeserpun alias gratis. Pembebasan biaya
ini mengacu pada Undang-Undang (UU) Nomor 24/2013 tentang perubahan atas UU
23/2006 tentang Administrasi Kependudukan.
Diketahui, selama ini biaya kepengurusan untuk akta perkawinan Warga Negara
Indonesia (WNI) sebesar Rp275.000. Sedangkan untuk WNA sebesar Rp500.000. Untuk
Akta Cerai bagi WNI sebesar Rp200.000 dan WNA Rp300.000. Akta Pengakuan Anak
bagi WNI sebesar Rp150.000 dan bagi WNA sebesar Rp300.000. Sementara itu, untuk
biaya pengurusan Kartu Izin Penduduk Musiman (KIPEM) sebesar Rp10.000. Untuk
Surat Keterangan Tempat Tinggal (SKTT) bagi WNA sebesar Rp25.000.
Sedangkan Surat Kematian sebesar Rp100.000. “Sekarang sudah tidak dipungut
biaya sepeserpun. Kami sudah tidak lagi memungut biaya sejak 8 Januari 2013.
Pembebasan biaya pengurusan akta kependudukan ini sesuai dengan Pasal 74 a UU
24/2013 tentang Administrasi Kependudukan,” ujar Kepala Dinas Kependudukan dan
Catatan Sipil (Dispendukcapil) Surabaya Suharto Wardoyo, kemarin. Dia
menambahkan, pekan depan, pihaknya berencana menggelar rapat dengan seluruh
instansi terkait guna sosialisasi kebijakan tersebut.
Meski biaya pengurusan gratis, namun warga tetap dikenakan denda ketika mereka
telat dalam mengurus administasi kependudukan. Nilai dendanya sama seperti
biasa. Misalnya, denda ketika terlambat memperpanjang KIPEM sebesar Rp100.000.
Sedangkan denda keterlambatan perpanjangan SKTT WNA sebesar Rp1 juta. “Di
Surabaya, rata-rata tiap tahun yang mengurus KIPEM mencapai 10.000 orang lebih.
Tahun 2013 saja, jumlahnya mencapai 13.000 orang.
Angka ini naik dibanding 2012 yang jumlahnya sekitar 12.000 orang. Kalau untuk
SKTT WNA, jumlahnya kecil, sekitar 164 orang. Ratarata mereka berprofesi
sebagai tenaga pengajar, baik mengajar di sekolah maupun di kampuskampus,”
imbuhnya. Lebih jauh Suharto mengingatkan, bagi aparat yang tetap meminta biaya
kepengurusan, baik itu pada tingkat RT/RW, Kelurahan maupun Kecamatan, akan
mendapatkan sanksi pidana. Ini mengacu pada Pasal 95 b UU 24/2013 tentang
Administrasi Kependudukan.
Sangsi pidananya adalah, ketika terbukti tetap memungut biaya akta pengurusan
kependudukan, maka diancam pidana penjara selama enam tahun atau denda sebesar
Rp75 juta. “Jadi, di UU ini juga mengatur sangsi pidana. Ini harus dipahami
oleh semua jajaran, baik ditingkat Kecamatan, Kelurahan, RT/RW. Secepatnya kami
akan sosialisasikan ini,” paparnya.
Disisi lain, untuk penduduk baru, Kepala Bidang Pendaftaran Penduduk
Dispendukcapil Kota Surabaya Djoni Iskandar menambahkan, warga asing baru yang
mengurus untuk menjadi penduduk baru di Surabaya dalam tiap bulan mencapai 140-
an orang. Jumlah ini jauh lebih tinggi dibanding dengan warga Surabaya yang
mengurus administrasi untuk menjadi penduduk daerah lain. Diperkirakan
jumlahnya hanya sekitar 60-an orang saja. “Memang saat ini cukup banyak yang
mengurus akta untuk menjadi penduduk Surabaya, tapi yang keluar dari Surabaya
untuk menjadi warga daerah lain lukman hakim _cukup kecil,” jelasnya.
Nah,
Gimana ??? Pingin tahu bagaimana cara mengurusnya,
simak langsung di http://dispendukcapil.surabaya.go.id/beranda