Beberapa waktu lalu anggota KIM berkunjung di Tempat nongkrongnya mahasiswa di sekitar kampus UNAIR di "SUOKLAT" Suroboyo Coklat.
‘bos’ Suoklat? Ternyata seorang wanita muda kelahiran Surabaya Jl Jojoran Gg I , 23 Mei 1987. Saat ditemui di Kafe Suoklat yang terletak di Jl Gubeng Kertajaya VIIC Kecamatan Gubeng Surabaya, wanita bernama Devi Meisita itu tampak sibuk, hilir mudik keluar masuk ruang kantornya bernuansa coklat.
Devi kemudian menceritakan tentang awal mula bisnis yang dia tekuni hingga bisa berkembang seperti sekarang. Dia bilang kegemarannya mengonsumsi coklat secara tidak langsung membawa dirinya terjun ke dalam bisnis ini.
“Coklat itu makanan favorit saya. Saya kemudian terlintas untuk tidak sekadar mengonsumsi, tetapi kalau bisa membuat coklat sendiri,” ujarnya berkisah. Dari situ, dia kemudian mulai tekun mempelajari aneka olahan coklat. Informasi bahan dan teknik pengolahannya dia dapatkan dari berselancar dunia maya. Merasa tak cukup hanya menempuh secara otodidak, sarjana Akuntansi Universitas Airlangga (Unair) ini memutuskan untuk mengambil kursus singkat di Chocolate School di Jakarta. Sekolah ini dibuka untuk para pencinta cokelat dan mereka yang ingin mengembangkan keahlian menjadi seorang profesional.
Berbekal dari hobi dan materi yang dia pelajari di Chocolate School, Devi memulai usahanya pada bulan Oktober 2010 silam. Awalnya Devi bersama kedua rekannya iseng mencoba membuat coklat isi aneka rasa di bulan puasa.
“Saya coba membuat coklat isi kurma dan kacang mete, ternyata responnya cukup bagus. Dari situ saya mencoba memproduksiya sebagai ladang usaha,” ungkapnya.
Diberi Nama Suoklat
Dia kemudian memberi nama Suoklat untuk produknya. Mengapa Suoklat? Begini alasannya. Nama suoklat, sendiri didapat dari brainstorming atau konsultasi antara Devi dan rekan-rekannya.
Diambil dari logat penduduk Surabaya yang biasanya menambahkan huruf “u” untuk mengekspresikan sesu
atu yang dirasa luar biasa, dia berharap agar produknya bisa diterima dengan baik di pasaran serta mengartikan merek Suoklat ini sebagai singkatan “Suroboyo Coklat”.
Bermodalkan Rp 2 juta, Devi dan kedua temannya memulai bisnis tersebut. Karena produk berupa makanan maka mereka berpikir untuk langsung mendaftarkan ke Departemen Kesehatan dan hak paten. Dengan menempuh tahap tersebut, mereka berharap produk Suoklat bisa mendapat kepercayaan konsumen.
Dari tahun ke tahun varian rasa dan isi produk cokelatnya semakin banyak. Ada yang berbentuk batangan, serbuk minuman, dan cokelat cair. Soal rasa juga dipikirkan. Devi menawarkan bermacam varian seperti cokelat kopi, cokelat jahe, orisinal, kurma mente, dan premium dark.
Tak Berjalan Mulus
Banyak UKM (usaha kecil menengah) yang mengalami ‘jatuh bangun’ sebelum akhirnya bisa berkembang dan besar. Suoklat termasuk di antaranya.
Jangan dikira usaha Devi dan teman-temannya langsung berjalan mulus. Tak cukup sekali dua kali mereka harus mengalami kegagalan. Sekitar tiga tahun lalu, mereka pernah berhasil membuka outlet di sebuah kawasan kota Pahlawan. Ketika roda bisnis mulai berjalan, konsumen mulai banyak, rintangan menghadang.
Pemilik tempat mereka menyewa lokasi gerai coklat menolak untuk memperpanjang lagi. Mereka kebingungan, karena untuk menyewa di tempat lain, bukan hal yang mudah. Biaya sewa untuk membuka gerai di lokasi yang strategis jelas tidak murah. Dan untuk bisnis coklat mereka yang belum lama berjalan, biaya sewa tempat itu jelas tak terjangkau. Setelah melalui berbagai pertimbangan, akhirnya diputuskan untuk sementara tidak membuka outlet dulu.
Cobaan yang lain, di tengah jatuh bangunnya perjalanan bisnis Suoklat, dua orang temannya memutuskan untuk mundur. Mereka lebih memilih menekuni karier masing-masing. Tinggal Devi yang terus mencoba dan mengkreasikan coklat dengan berbagai inovasinya.
Apa yang membuat Devi tidak menyerah dan bisa bertahan mengatasi rintangan bisnis yang menghadangnya? “Ya, karena saya merasa menekuni hobi. Jadi segalanya bisa saya jalani dengan senang hati. Saya juga merasa inilah passion saya,” kata Devi.
Meskipun Devi memilih fokus untuk membesarkan pasarnya di Surabaya, bukan berarti pelanggan Suoklat hanya ada di kota Pahlawan ini. Banyak juga penggemar Suoklat dari Jakarta, Sumatera dan Bali. “Tapi saat ini, saya ingin fokus pemasaran di Surabaya saja. Saya ingin konsentrasi menggarap toko dan kafe,” paparnya.
Saat ini, sedikitnya ada tujuh variasi rasa yang berhasil dikreasikan Devi, diantaranya ada white chocolate crispy, dark chocolate crispy, milk chocolate crispy, coklat jahe, coklat kopi, dark chocolate cookies mete, dark kurma mete, dan premium coklat.
“Dibanding lebaran tahun lalu terjadi kenaikan omzet sampai 20 persen,” ungkapnya. Apa keunikan Suoklat? Selain dari rasanya, kekhasan Suoklat juga terlihat dari kemasannya. Produk tersebut menggunakan kemasan berbahan daur ulang. Yakni berasal dari kulit jagung, serbuk bambu, dan enceng gondok yang dikeringkan. Desain ramah lingkungan itulah yang membuat nilai plus di mata konsumen.
Selain produk kue, Suoklat juga melebarkan sayapnya dengan menggarap kafe. Kafe bernama sama dengan produk kue itu lebih pas untuk segmen anak muda.
Tempat kafe yang ditata lapang, tenang, dengan tempat duduk yang nyaman untuk nongkrong berlama-lama menjadikan tempat ini istimewa. “Kafe ini memang kami garap dengan target pengunjung anak muda,” ungkapnya.
Kafe Suoklat ini menawarkan berbagai menu ringan, seperti varian minuman coklat dan kue-kue ringan. Konsep kafe suoklat tidak jauh beda seperti kafe-kafe lain. Hanya, kalau kafe lain hanya ‘menjual’ menu minuman kopi, maka kafe Suoklat menawarkan aneka variasi minuman coklat. kunjungi blognya www.suoklatsurabaya.blogspot.com
‘bos’ Suoklat? Ternyata seorang wanita muda kelahiran Surabaya Jl Jojoran Gg I , 23 Mei 1987. Saat ditemui di Kafe Suoklat yang terletak di Jl Gubeng Kertajaya VIIC Kecamatan Gubeng Surabaya, wanita bernama Devi Meisita itu tampak sibuk, hilir mudik keluar masuk ruang kantornya bernuansa coklat.
Devi kemudian menceritakan tentang awal mula bisnis yang dia tekuni hingga bisa berkembang seperti sekarang. Dia bilang kegemarannya mengonsumsi coklat secara tidak langsung membawa dirinya terjun ke dalam bisnis ini.
“Coklat itu makanan favorit saya. Saya kemudian terlintas untuk tidak sekadar mengonsumsi, tetapi kalau bisa membuat coklat sendiri,” ujarnya berkisah. Dari situ, dia kemudian mulai tekun mempelajari aneka olahan coklat. Informasi bahan dan teknik pengolahannya dia dapatkan dari berselancar dunia maya. Merasa tak cukup hanya menempuh secara otodidak, sarjana Akuntansi Universitas Airlangga (Unair) ini memutuskan untuk mengambil kursus singkat di Chocolate School di Jakarta. Sekolah ini dibuka untuk para pencinta cokelat dan mereka yang ingin mengembangkan keahlian menjadi seorang profesional.
Berbekal dari hobi dan materi yang dia pelajari di Chocolate School, Devi memulai usahanya pada bulan Oktober 2010 silam. Awalnya Devi bersama kedua rekannya iseng mencoba membuat coklat isi aneka rasa di bulan puasa.
“Saya coba membuat coklat isi kurma dan kacang mete, ternyata responnya cukup bagus. Dari situ saya mencoba memproduksiya sebagai ladang usaha,” ungkapnya.
Diberi Nama Suoklat
Dia kemudian memberi nama Suoklat untuk produknya. Mengapa Suoklat? Begini alasannya. Nama suoklat, sendiri didapat dari brainstorming atau konsultasi antara Devi dan rekan-rekannya.
Diambil dari logat penduduk Surabaya yang biasanya menambahkan huruf “u” untuk mengekspresikan sesu
atu yang dirasa luar biasa, dia berharap agar produknya bisa diterima dengan baik di pasaran serta mengartikan merek Suoklat ini sebagai singkatan “Suroboyo Coklat”.
Bermodalkan Rp 2 juta, Devi dan kedua temannya memulai bisnis tersebut. Karena produk berupa makanan maka mereka berpikir untuk langsung mendaftarkan ke Departemen Kesehatan dan hak paten. Dengan menempuh tahap tersebut, mereka berharap produk Suoklat bisa mendapat kepercayaan konsumen.
Dari tahun ke tahun varian rasa dan isi produk cokelatnya semakin banyak. Ada yang berbentuk batangan, serbuk minuman, dan cokelat cair. Soal rasa juga dipikirkan. Devi menawarkan bermacam varian seperti cokelat kopi, cokelat jahe, orisinal, kurma mente, dan premium dark.
Tak Berjalan Mulus
Banyak UKM (usaha kecil menengah) yang mengalami ‘jatuh bangun’ sebelum akhirnya bisa berkembang dan besar. Suoklat termasuk di antaranya.
Jangan dikira usaha Devi dan teman-temannya langsung berjalan mulus. Tak cukup sekali dua kali mereka harus mengalami kegagalan. Sekitar tiga tahun lalu, mereka pernah berhasil membuka outlet di sebuah kawasan kota Pahlawan. Ketika roda bisnis mulai berjalan, konsumen mulai banyak, rintangan menghadang.
Pemilik tempat mereka menyewa lokasi gerai coklat menolak untuk memperpanjang lagi. Mereka kebingungan, karena untuk menyewa di tempat lain, bukan hal yang mudah. Biaya sewa untuk membuka gerai di lokasi yang strategis jelas tidak murah. Dan untuk bisnis coklat mereka yang belum lama berjalan, biaya sewa tempat itu jelas tak terjangkau. Setelah melalui berbagai pertimbangan, akhirnya diputuskan untuk sementara tidak membuka outlet dulu.
Cobaan yang lain, di tengah jatuh bangunnya perjalanan bisnis Suoklat, dua orang temannya memutuskan untuk mundur. Mereka lebih memilih menekuni karier masing-masing. Tinggal Devi yang terus mencoba dan mengkreasikan coklat dengan berbagai inovasinya.
Apa yang membuat Devi tidak menyerah dan bisa bertahan mengatasi rintangan bisnis yang menghadangnya? “Ya, karena saya merasa menekuni hobi. Jadi segalanya bisa saya jalani dengan senang hati. Saya juga merasa inilah passion saya,” kata Devi.
Meskipun Devi memilih fokus untuk membesarkan pasarnya di Surabaya, bukan berarti pelanggan Suoklat hanya ada di kota Pahlawan ini. Banyak juga penggemar Suoklat dari Jakarta, Sumatera dan Bali. “Tapi saat ini, saya ingin fokus pemasaran di Surabaya saja. Saya ingin konsentrasi menggarap toko dan kafe,” paparnya.
Saat ini, sedikitnya ada tujuh variasi rasa yang berhasil dikreasikan Devi, diantaranya ada white chocolate crispy, dark chocolate crispy, milk chocolate crispy, coklat jahe, coklat kopi, dark chocolate cookies mete, dark kurma mete, dan premium coklat.
“Dibanding lebaran tahun lalu terjadi kenaikan omzet sampai 20 persen,” ungkapnya. Apa keunikan Suoklat? Selain dari rasanya, kekhasan Suoklat juga terlihat dari kemasannya. Produk tersebut menggunakan kemasan berbahan daur ulang. Yakni berasal dari kulit jagung, serbuk bambu, dan enceng gondok yang dikeringkan. Desain ramah lingkungan itulah yang membuat nilai plus di mata konsumen.
Selain produk kue, Suoklat juga melebarkan sayapnya dengan menggarap kafe. Kafe bernama sama dengan produk kue itu lebih pas untuk segmen anak muda.
Tempat kafe yang ditata lapang, tenang, dengan tempat duduk yang nyaman untuk nongkrong berlama-lama menjadikan tempat ini istimewa. “Kafe ini memang kami garap dengan target pengunjung anak muda,” ungkapnya.
Kafe Suoklat ini menawarkan berbagai menu ringan, seperti varian minuman coklat dan kue-kue ringan. Konsep kafe suoklat tidak jauh beda seperti kafe-kafe lain. Hanya, kalau kafe lain hanya ‘menjual’ menu minuman kopi, maka kafe Suoklat menawarkan aneka variasi minuman coklat. kunjungi blognya www.suoklatsurabaya.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar